Mari Kita Simak Dari Merapi hingga Selatan Sunda, Dampak Bencana Alam bagi Pariwisata

Perubahan pariwisata di Indonesia mengagumkan cepat. Data World Travel and Tourism Council (WTTC) memberikan laporan jika Top-30 Travel and Tourism Countries Power Rangking yang didasarkan pada perkembangan absolut pada periode 2011 serta 2017 untuk empat tanda perjalanan serta pariwisata penting tunjukkan Indonesia ada pada nomer 9 menjadi negara dengan perkembangan pariwisata paling cepat dalam dunia.

Dalam rincian itu, China, Amerika Serikat, serta India tempati tempat tiga besar. Untuk lokasi Asia, Indonesia ada nomer 3 sesudah China serta India. Sedang untuk di lokasi Asia Tenggara, tempat Indonesia terunggul diantara beberapa negara Asia Tenggara yang lain,.

Berdasar pada data Kementerian Pariwisata (Kemenpar), pariwisata Indonesia mempunyai banyak kelebihan bersaing serta kelebihan komparatif yakni bidang pariwisata adalah penghasil devisa paling besar. Jumlahnya wisatawan mancanegara ke Indonesia selalu alami penambahan sebesar 55 % dengan absolut, dari 2014 sebesar 9 juta, jadi 14 juta pada 2017.

Sayangnya, industri pariwisata begitu rawan pada musibah, jika tidak diurus dengan baik, efeknya akan memengaruhi ekosistem pariwisata serta perolehan tujuan kapasitas pariwisata. Musibah adalah salah satunya aspek yang begitu rawan memengaruhi naik turunnya keinginan dalam industri pariwisata.

Menurut Sutopo Purwo Nugroho sebagai Kepala Pusat Data Info serta Humas BNPB dalam launching yang di terima Liputan6.com, beberapa peristiwa musibah sudah berefek industri pariwisata, diantaranya:

1. Erupsi Gunung Merapi (2010), sudah menyebabkan penurunan jumlahnya kunjungan wisatawan di sejumlah object wisata di Yogyakarta serta Jawa Tengah sampai hampir 50 %.

2. Musibah kebakaran rimba serta tempat pada Agustus sampai September 2015 mengakibatkan 13 bandara tidak dapat beroperasi sebab jarak pandang pendek serta membahayakan penerbangan. Bandara mesti tutup, beberapa moment internasional dipending. Industri airline, hotel, restoran, tur and travel, tempat wisata serta ekonomi yang di-drive oleh bidang ini juga terganggu.

3. Erupsi Gunung Agung di Bali (2017) mengakibatkan 1 juta wisatawan menyusut serta kerugian sampai Rp 11 triliun di bidang pariwisata.

4. Gempa Lombok yang berturut-turut pada 2018 mengakibatkan 100.000 wisatawan menyusut serta kerugian Rp 1,4 triliun di bidang pariwisata.

5. Tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018 mengakibatkan kerugian ekonomi sampai beberapa ratus miliar di bidang pariwisata. Musibah mengakibatkan dampak domino berbentuk pengurungan kunjungan wisatawan sampai 10 %.

Sebelum dirundung tsunami, tingkat tempat tinggal atau okupansi hotel serta penginapan di lokasi wisata Anyer, Carita, serta Tanjung Lesung sampai 80–90 %.
Baca juga:



Menurut Sutopo, hal tersebut jadi evaluasi buat semua pihak. Mitigasi, baik mitigasi struktural serta non struktural di lokasi pariwisata masih tetap begitu minim. Mitigasi musibah mesti termasuk juga salah satunya prioritas dalam pembangunan bidang pariwisata.

Pengaturan ruangan serta pembangunan lokasi pariwisata semestinya memerhatikan peta riskan musibah. Dengan demikian semenjak rencana sampai operasional dari pariwisata tersebut tetap mengaitkan dengan intimidasi musibah yang ada.

Musibah ialah keniscayaan. Akan tetapi Sutopo kembali menyatakan jika resiko musibah bisa dikurangi hingga efek musibah bisa diminimumkan dengan usaha mitigasi serta pengurangan musibah. Dibalik karunia keindahan alam Indonesia yang begitu mendukung bidang pariwisata, dapat juga menaruh bencana bila tidak diurus dengan baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nikmati Hari Libur dengan Wisata Mancing di Jambi Simak Ulasanya

Ternyata Kapal Tanker yang Karam di NTT Rusak Biota Laut

Karena Antisipasi Teror, Wisatawan Wajib Lewat Alat Deteksi di Candi Borobudur